Oleh : Anang Anas Azhar
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, merilis jumlah penduduk miskin. BPS Sumut per September 2013. Penduduk miskin di Sumatera Utara bertambah 51.600 orang menjadi 1.390.800 orang, dibanding Maret 2013 yang jumlahnya 1.339.200 orang. Angka pertambahan penduduk miskin ini berasal dari dua katub, yaitu dari pedesaan dan perkotaan.
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara, bisa jadi jauh dari yang data yang disampaikan BPS. Statistik tetaplah statistik, tetapi kondisi di lapangan jauh berbeda. Tak bermaksud menyampingkan data badan sehebat BPS itu, tetapi ada fenomena yang menurut saya, sangat luar biasa, yaitu sebanyak apapun jumlah penambahan orang miskin di Sumatera Utara, tetap saja orang yang menyandang predikat kaya semakin banyak. Begitu juga sebaliknya, predikat orang miskin jumlahnya semakin banyak. Seakan tak pernah habis-habisnya predikat orang kaya dan miskin ini, bahkan telah diwarisi dari generasi kepada generasi selanjutnya.
Lantas, di manakah letak kantong kemiskinan sesungguhnya? Dan siapa sebenarnya yang disebutkan penduduk miskin? Pertanyaan ini tentu sangat mengganggu kita, apalagi semua orang mengklaim dirinya masuk dalam kategori kemiskinan dan layak dibantu pemerintah. Kalaulah kita boleh jujur, menjadi orang jujur di Sumatera Utara sangat banyak tantangannya. Harus diakui juga, belum ada program pemerintah secara massif untuk memperbaiki tarap hidup rakyat kita.
Jika ditanya apa program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, pemerintah pasti memiliki visi, namun visi itu hanya berjangka pendek, dan hanya fokus pada pemberdayaan kelompok, belum kepada rakyat secara keseluruhan. Benar bahwa di pemerintahan Sumut sekarang ini, terdapat banyak staf/tenaga ahli, termasuk dari kampus, yang seharusnya membuat Sumatera Utara lebih baik. Namun orang-orang ahli ini, sering hanya ahli memikirkan apa yang dapat dikeruk dari keahliannya itu untuk kepentingan diri sendiri. Keahlian yang mereka miliki justru tidak berdampak kepada rakyat kecil, khususnya rakyat miskin.
Meningkatnya jumlah kemiskinan di Sumatera Utara, sejatinya harus dijadikan cambuk untuk melakukan perbaikan. Harus ada solusi untuk memperbaiki yang sduah terjadi. Meski di tahun 2013 secara investasi, Sumatera Utara masuk 10 besar dan melampau target nasional, namun naiknya angka kemiskinan juga harus diwaspadai. Apa gunanya investasi di Sumatera Utara mengalami kenaikan, namun tidak berdampak kepada rakyat kita di seluruh lini.
Dana Hibah
Apa kaitan dana hibah dengan warga miskin? Andai saja pertanyaan itu kita tujukan kepada rakyat miskin, sudah pasti kelompok yang termarjinalkan dalam masyarakat kita ini tak tahu menjawabnya. Bahkan, masyarakat luas sekalipun masih ada yang bertanya, bagaimana sebenarnya keberadaan dana hibah atau Bantuan Sosial (Bansos) yang dianggarkan dalam anggaran pembangunan dan belanja daerah dalam APBD Sumut setiap tahunnya.
Yang dimaksud dana hibah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas suatu dari pemerintah atau pihak lain kepada pemda atau sebaliknya, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Sedangkan Bansos adalah transfer uang atau barang yang diberikan pemerintah pusat/daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial (Permendagri No.32 Tahun 2011 tentang Pedoman Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD).
Membicarakan dana hibah yang belakangan mendapat pro-kontra,sudah diatur dalam Permendagri No 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Permendagri No.32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD. Saat ini regulasi pemberian hibah dan bansos yang bersumber dari APBD sebenarnya sudah komplit. Untuk pedoman pelaksaan hibah daerah, harus merujuk pada tiga landasan peraturan yaitu PP No.2 Tahun 2012, Permendagri No 32 Tahun 2011, dan Permendagri No.39 Tahun 2012.
Salah satu konsentrasi dana hibah dan dana bansos adalah warga miskin. Kenyataan yang ada, justru sebaliknya, dana hibah dan bansos jarang dinikmati warga miskin, yang men ikmatinya malah masyarakat kelas menengah ke atas. Ini sama artinya, Permendagri itu hanya menunggangi rakyat miskisn. Apakah warga miskisn sudah menikmati dana hibah sebagaimana dimakasudkan dalam Permendagri itu. Tentu belum dinikmati secara merata, bahkan penyebutan dana hibah dan bansos hanya dinikmati kalangan birokrasi ini yang dibalut melalui bantuan kepada rumah ibadah, ormas dan LSM.
Dana bansos dan hibah merupakan pos anggaran yang paling mudah diselewengkan dan menjadi temuan atas dugaan pelaksanaan fiktif dan indikasi penyelewengan korupsi. Struktur anggaran dalam setiap APBD diperbolehkan memasukkan nomenklatur dana hibah dan bansos. Tapi kenyataan yang terjadi sudah banyak penyimpangan dan pelakunya berhadapan dengan hukum. Penegak hokum juga mengincar para eksekutif dan dewan, karena penggunaan dana hibah dan bansos digunakan untuk kepentingan politik para eksekutif dan dewan.
Sudah saatnya dilakukan perbaikan dalam langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan program, mekanisme penganggaran, serta pemantauan dan evaluasi penanganan masalah yang sistematis sehingga sinkronisasi penyaluran dana hibah dan bansos tepat sasaran. Elemen yang paling berhal mendapatkan dana hibah dan bansos tersebut warga miskin. Pemprop perlu secara tegas menguatkan kembali, tujuan, strategi dan skala prioritas untuk membantu warga miskisn, agar tarap hidup mereka lebih baik.
Jika bantuan kepada warga miskisn berjalan dan tepat sasaran, harapan dan target MDG (Millenium Development Goals) untuk pengentasan kemiskinan, pemenuhan pendidikan gratis hingga komunikasi global di tahun 2015 akan tercapai. Alokasi anggaran untuk wara miskisn harus diprioriotaskan, agar kesejahteraan rakyat miskin di perkotaan maupun di pedesaan benar-benar terdongkrak.
Solusi lain, penggunaan dana hibah dan bansos harus dialihkan kepada kegiatan dan program padat karya yang dapat mengurangi angka pengangguran. Dari jumlah rakyat miskin di Sumatera Utara, bantuan modal harus diberikan melalui pendataan yang resmi. Yang pasti, masyarakat sangat berharap agar dana besar yang dianggarkan dalam APBD Sumut itu, dapat dimanfaatkan segera dan memacu pengembangan perekonomian masyarakat di Sumatera Utara. Dana hibah sangat dinantikan masyarakat miskin, terlebih mereka yang tinggal di pedesaan. Melalui dana tersebut, mereka sangat terbantu untuk meningkatkan kesejahteraan warga miskin. **
** Penulis adalah Dosen Fisip UMSU dan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Periode 2010-2014.**
0 comments:
Post a Comment