Oleh : Anang Anas Azhar
Spekulasi siapa rektor defenitif Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) periode 2016-2020 sudah berakhir. Menteri Agama RI menjatuhkan pilihannya kepada Prof Dr Saidurrahman MAg sebagai nakhoda UIN-SU empat tahun ke depan. Praktis setelah rektor baru dilantik pada Kamis (1/9) lalu, ratusan bahkan ribuan ucapan selamat (tahniah), berdatangan melalui media sosial maupun pesan singkat kepada rektor terpilih.
Terpilihnya Prof Saidurrahman sekaligus mengakhiri pertanyaan-pertanyataan miring bernada optimis siapa rektor baru UIN-SU setelahnya Prof Nur Ahmad Fadhil Lubis meninggal dunia? Bagaimana wisuda sarjana, pascasarjana karena kekosongan rektor defenitif UIN-SU?. Pertanyaan seperti itu, secara bertahap mulai mereda karena rektor defenitif UIN-SU sudah ada. Prof Saidurrahman dalam waktu tidak lama ini dihadapkan sejumlah agenda rutin penting kampus yang tertunda. Salah satunya, menandatangani tumpukan ribuan lembar ijazah sarjana, magister dan doktor baru yang tertunda pasca rektor lama meninggal dunia.
Di sisi lain, peluang dan tantangan akademik bertabur bagi Prof Saidurrahman dalam menakhodai UIN-SU. Satu per satu harus dituntaskan secara elegan. Diperlukan sikap elegan, karena dalam memimpin UIN-SU ini, Prof Saidurrahman pastilah mempertimbangkan masukan-masukan dari pimpinan sebelumnya, agar sinergitas kerja mulai atasan sampai bawahan berjalan seimbang dan bebas friksi-friksi yang menyuburkan konflik internal.
Tugas Dan Tantangan
Tidak berlebihan menurut hemat penulis, jika rektor baru mulai dari sekarang memikirkan tugas-tugas barunya dalam memimpin UIN-SU. Tugas baru sekaligus memberi warna baru sebagai rektor baru empat tahun ke depan. Lantas apa tugas mendesak rektor baru sekarang? Pertama, paling tidak harus ada restrukturisasi birokrasi kampus. Statuta baru UIN-SU justru memberikan ruang selebar-lebarnya kewenangan penuh kepada rektor, untuk memilih wakil-wakil rektor, dekan-dekan, direktur program pascasarjana, ketua-ketua lembaga, dan kordinator dan wakor kopertais. Satu sisi status UIN-SU ini, memberikan peluang “raja-raja kecil” untuk membentuk loyalitas kepada pimpinan. Sebab, rektor terpilih memberikan kepercayaan penuh kepada pejabat yang dipilihnya.
Di sisi lain, sistem ini memberi peluang membentuk sebuah rezim impian yang memiliki kompetensi dan loyalitas penuh kepada rektor. Begitu tentu ada sisi negatifnya, rektor menjadi pihak yang harus menanggung hampir semua beban dan tanggungjawab, jika terjadi kegagalan kepemimpinan di tingkat universitas dan fakultas. Tentu plus minus inilah, yang menjadi kajian matang rektor baru UIN-SU dalam menjalankan statutas UIN-SU.
Hal yang paling penting dalam menjalankan statuta UIN-SU itu, kompromi politik justru mungkin akan mengetepikan pertimbangan objektif berdasarkan pengalaman dan kompetensi dalam menentukan para pejabat struktural kampus. Bisa jadi pejabat yang seharusnya mumpuni di bidangnya, akan tersingkir dan lebih parahnya lagi bisa jadi pejabat yang kurang mampu di bidangnya bakal diangkat menjadi pejabat. Nah, hemat penulis di sinilah letak kearifan rektor baru kita UIN-SU dalam mempertimbangan posisi jabatan di UIN-SU. Ada baiknya, agar beban psikologis rektor baru dapat terbagi dan faktor kompetensi masih bisa jadi salah satu pertimbangan mengangkat pejabat. Mungkin sekedar saran saja, rektor sebaiknya membentuk tim seleksi kecil yang bertugas melakukan fit and proper test terbuka kepada setiap warga kampus, terutama anggota tim pemenangan, yang meminati jabatan tertentu.
Caranya mudah saja, para calon memaparkan visi, misi dan rencana aksi dihadapan kepada tim dan rektor, barulah rektor sendiri memilih yang terbaik. Meski kemungkinan dimensi objektifnya terabaikan, namun setidaknya model ini menjadi acuan dan menggambarkan kepada pejabat yang akan diangkat serius dalam menjalankan tugasnya. Kedua, penambahan sarana dan prasarana kampus. Lingkungan kampus yang bersih, rapi, hijau dan indah dengan prasarana dan sarana standar yang lengkap akan memberi kesan awal tentang kualitas kampus di UIN-SU. Sepengetahuan penulis, sejak resmi berubah dari IAIN menjadi UIN-SU, perkembangan fisik di UIN-SU tidak banyak berubah, andaipun ada rencana pembangunan kampus baru namun sampai saat ini belum terealisasi secara sempurna.
Harus diakui, bahwa di sana sini muncul pergantian cat gedung-gedung di UIN-SU. Perubahan dari warna satu ke cat lain secara bertahap terus dilakukan. Namun, tetap saja pemeliharaan dan penataan lingkungan kampus secara menyeluruh belum serius dilakukan. Akibatnya, kampus UIN-SU belum tertata rapi, sistem parkir yang belum sempurna setidaknya menjadi tugas dan tantangan pimpinan baru UIN-SU ke depan. Taklah berlebihan pula menurut hemat penulis. Jika kata pribahasa, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kampus yang bersih, asri, rapi dan indah mencerminkan adanya warga kampus yang berjiwa dan berpikiran sehat. Pribahasa ini setidaknya menjawab sekaligus tugas penting kepada rektor baru UIN-SU.
Ketiga, harus ada reformasi dan rekonstruksi visi misi kampus, terutama dari sudut pandang epistemologi keilmuan. Sejak berubahnya IAIN-SU kepada UIN-SU, sejumlah fakultas dibuka sebagai dampak pemekaran dari fakultas berbasis kajian keilmuan Islam. Seiring dengan itu, bemunculan lagi program studi-program studi yang baru. Tetapi sebagian kecil pembukaan program studi tersebut, terkesan bermuatan kepentingan, beberapa program studi baru misalnya masih ada ditemukan penempatannya tidak sesuai dengan efistimologi keilmuannya. Di sisi lain, program studi tersebut sejatinya masuk dalam pengawasan kemenrintek dikti, tetapi justru masuk dalam ranah Kementerian Agama. Oleh karenanya, ke depan rektor baru UIN-SU harus mempertimbangkan hal-hal strategis seperti ini, agar penguatan efistimologi keilmuan UIN-SU tepat sasaran
Dalam ranah lain, melakukan reformulasi visi-misi akademik dan transformasi kerangka epistemologi keilmuan meski penting sekali, namun rektor baru UIN-SU juga harus memastikan relevansi dan signifikansi program-program studi UIN-SU dengan perkembangan keilmuan dan dunia usaha di tingkat lokal, nasional dan internasional. Tak salah sekiranya, jika bidang-bidang kajian UIN-SU, terus mengalami pemutakhiran, revisi atau adaptasi sehingga selalu antisipatif, relevan dan terinterkoneksi dengan perkembangan mutakhir di bidang keilmuan dan profesional secara nasional dan global.
Akhirnya, tanpa bermaksud menyalahkan siapapun, kita semua khususnya warga kampus UIN-SU banyak menyimpan harapan besar kepada Prof Saidurrahman dalam memimpin revitalisasi fisik dan transformasi akademik di UIN-SU. Warga kampus UIN-SU tentu memiliki sejumlah alasan untuk optimistis kepada kepemimpinan Prof Saidurrahman. Pertama, dengan latar belakang akademik dan intelektual muda, rektor baru UIN-SU ini mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan elegan.
Kedua, Prof Saidurrahman memiliki bekal yang relatif banyak, terutama dalam koneksi silaturrahim politiknya dengan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif, bahkan pengusaha untuk dapat memantik segala potensi luar ditarik untuk kepentingan membangun UIN-SU. Dengan tetap menjaga profil yang rendah hati dan murah senyum, penampilan yang sederhana, dan kelebihsukaan mendengar pendapat orang lain ketimbang menggurui, Prof Saidurrahman akan menawarkan gaya kepemimpinan populis-demokratis yang nampaknya lebih dibutuhkan warga UIN-SU ke depan. Terakhir, penulis mengucapkan selamat bekerja Prof Saidurrahman, di pundakmu peradaban baru UIN-SU akan dibangun. Semoga sukses dalam menjalankan amanah besar ini. **
Terpilihnya Prof Saidurrahman sekaligus mengakhiri pertanyaan-pertanyataan miring bernada optimis siapa rektor baru UIN-SU setelahnya Prof Nur Ahmad Fadhil Lubis meninggal dunia? Bagaimana wisuda sarjana, pascasarjana karena kekosongan rektor defenitif UIN-SU?. Pertanyaan seperti itu, secara bertahap mulai mereda karena rektor defenitif UIN-SU sudah ada. Prof Saidurrahman dalam waktu tidak lama ini dihadapkan sejumlah agenda rutin penting kampus yang tertunda. Salah satunya, menandatangani tumpukan ribuan lembar ijazah sarjana, magister dan doktor baru yang tertunda pasca rektor lama meninggal dunia.
Di sisi lain, peluang dan tantangan akademik bertabur bagi Prof Saidurrahman dalam menakhodai UIN-SU. Satu per satu harus dituntaskan secara elegan. Diperlukan sikap elegan, karena dalam memimpin UIN-SU ini, Prof Saidurrahman pastilah mempertimbangkan masukan-masukan dari pimpinan sebelumnya, agar sinergitas kerja mulai atasan sampai bawahan berjalan seimbang dan bebas friksi-friksi yang menyuburkan konflik internal.
Tugas Dan Tantangan
Tidak berlebihan menurut hemat penulis, jika rektor baru mulai dari sekarang memikirkan tugas-tugas barunya dalam memimpin UIN-SU. Tugas baru sekaligus memberi warna baru sebagai rektor baru empat tahun ke depan. Lantas apa tugas mendesak rektor baru sekarang? Pertama, paling tidak harus ada restrukturisasi birokrasi kampus. Statuta baru UIN-SU justru memberikan ruang selebar-lebarnya kewenangan penuh kepada rektor, untuk memilih wakil-wakil rektor, dekan-dekan, direktur program pascasarjana, ketua-ketua lembaga, dan kordinator dan wakor kopertais. Satu sisi status UIN-SU ini, memberikan peluang “raja-raja kecil” untuk membentuk loyalitas kepada pimpinan. Sebab, rektor terpilih memberikan kepercayaan penuh kepada pejabat yang dipilihnya.
Di sisi lain, sistem ini memberi peluang membentuk sebuah rezim impian yang memiliki kompetensi dan loyalitas penuh kepada rektor. Begitu tentu ada sisi negatifnya, rektor menjadi pihak yang harus menanggung hampir semua beban dan tanggungjawab, jika terjadi kegagalan kepemimpinan di tingkat universitas dan fakultas. Tentu plus minus inilah, yang menjadi kajian matang rektor baru UIN-SU dalam menjalankan statutas UIN-SU.
Hal yang paling penting dalam menjalankan statuta UIN-SU itu, kompromi politik justru mungkin akan mengetepikan pertimbangan objektif berdasarkan pengalaman dan kompetensi dalam menentukan para pejabat struktural kampus. Bisa jadi pejabat yang seharusnya mumpuni di bidangnya, akan tersingkir dan lebih parahnya lagi bisa jadi pejabat yang kurang mampu di bidangnya bakal diangkat menjadi pejabat. Nah, hemat penulis di sinilah letak kearifan rektor baru kita UIN-SU dalam mempertimbangan posisi jabatan di UIN-SU. Ada baiknya, agar beban psikologis rektor baru dapat terbagi dan faktor kompetensi masih bisa jadi salah satu pertimbangan mengangkat pejabat. Mungkin sekedar saran saja, rektor sebaiknya membentuk tim seleksi kecil yang bertugas melakukan fit and proper test terbuka kepada setiap warga kampus, terutama anggota tim pemenangan, yang meminati jabatan tertentu.
Caranya mudah saja, para calon memaparkan visi, misi dan rencana aksi dihadapan kepada tim dan rektor, barulah rektor sendiri memilih yang terbaik. Meski kemungkinan dimensi objektifnya terabaikan, namun setidaknya model ini menjadi acuan dan menggambarkan kepada pejabat yang akan diangkat serius dalam menjalankan tugasnya. Kedua, penambahan sarana dan prasarana kampus. Lingkungan kampus yang bersih, rapi, hijau dan indah dengan prasarana dan sarana standar yang lengkap akan memberi kesan awal tentang kualitas kampus di UIN-SU. Sepengetahuan penulis, sejak resmi berubah dari IAIN menjadi UIN-SU, perkembangan fisik di UIN-SU tidak banyak berubah, andaipun ada rencana pembangunan kampus baru namun sampai saat ini belum terealisasi secara sempurna.
Harus diakui, bahwa di sana sini muncul pergantian cat gedung-gedung di UIN-SU. Perubahan dari warna satu ke cat lain secara bertahap terus dilakukan. Namun, tetap saja pemeliharaan dan penataan lingkungan kampus secara menyeluruh belum serius dilakukan. Akibatnya, kampus UIN-SU belum tertata rapi, sistem parkir yang belum sempurna setidaknya menjadi tugas dan tantangan pimpinan baru UIN-SU ke depan. Taklah berlebihan pula menurut hemat penulis. Jika kata pribahasa, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kampus yang bersih, asri, rapi dan indah mencerminkan adanya warga kampus yang berjiwa dan berpikiran sehat. Pribahasa ini setidaknya menjawab sekaligus tugas penting kepada rektor baru UIN-SU.
Ketiga, harus ada reformasi dan rekonstruksi visi misi kampus, terutama dari sudut pandang epistemologi keilmuan. Sejak berubahnya IAIN-SU kepada UIN-SU, sejumlah fakultas dibuka sebagai dampak pemekaran dari fakultas berbasis kajian keilmuan Islam. Seiring dengan itu, bemunculan lagi program studi-program studi yang baru. Tetapi sebagian kecil pembukaan program studi tersebut, terkesan bermuatan kepentingan, beberapa program studi baru misalnya masih ada ditemukan penempatannya tidak sesuai dengan efistimologi keilmuannya. Di sisi lain, program studi tersebut sejatinya masuk dalam pengawasan kemenrintek dikti, tetapi justru masuk dalam ranah Kementerian Agama. Oleh karenanya, ke depan rektor baru UIN-SU harus mempertimbangkan hal-hal strategis seperti ini, agar penguatan efistimologi keilmuan UIN-SU tepat sasaran
Dalam ranah lain, melakukan reformulasi visi-misi akademik dan transformasi kerangka epistemologi keilmuan meski penting sekali, namun rektor baru UIN-SU juga harus memastikan relevansi dan signifikansi program-program studi UIN-SU dengan perkembangan keilmuan dan dunia usaha di tingkat lokal, nasional dan internasional. Tak salah sekiranya, jika bidang-bidang kajian UIN-SU, terus mengalami pemutakhiran, revisi atau adaptasi sehingga selalu antisipatif, relevan dan terinterkoneksi dengan perkembangan mutakhir di bidang keilmuan dan profesional secara nasional dan global.
Akhirnya, tanpa bermaksud menyalahkan siapapun, kita semua khususnya warga kampus UIN-SU banyak menyimpan harapan besar kepada Prof Saidurrahman dalam memimpin revitalisasi fisik dan transformasi akademik di UIN-SU. Warga kampus UIN-SU tentu memiliki sejumlah alasan untuk optimistis kepada kepemimpinan Prof Saidurrahman. Pertama, dengan latar belakang akademik dan intelektual muda, rektor baru UIN-SU ini mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan elegan.
Kedua, Prof Saidurrahman memiliki bekal yang relatif banyak, terutama dalam koneksi silaturrahim politiknya dengan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif, bahkan pengusaha untuk dapat memantik segala potensi luar ditarik untuk kepentingan membangun UIN-SU. Dengan tetap menjaga profil yang rendah hati dan murah senyum, penampilan yang sederhana, dan kelebihsukaan mendengar pendapat orang lain ketimbang menggurui, Prof Saidurrahman akan menawarkan gaya kepemimpinan populis-demokratis yang nampaknya lebih dibutuhkan warga UIN-SU ke depan. Terakhir, penulis mengucapkan selamat bekerja Prof Saidurrahman, di pundakmu peradaban baru UIN-SU akan dibangun. Semoga sukses dalam menjalankan amanah besar ini. **
0 comments:
Post a Comment