Medan - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr Anang Anas Azhar MA mengatakan, eksistensi agama dan politik berbanding lurus. Politik dan agama sama-sama berdiri untuk menghindari gesekan dalam kehidupan bermasyarakat.
"Agama dan politik itu seperti anak kembar. Keduanya, tak dapat kita pisahkan," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Medan, Selasa (28/3).
Statement Anang Anas Azhar ini, sekaligus menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa agama dan politik harus dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Anang yang juga Dosen Pascasarjana UINSU ini menegaskan, agama sering dimaknai damai, apakah damai di hati atau damai dalam konteks bermuamalat. Sedangkan politik, dimaknai negara atau kekuasaan. Kekuasaan dan kedamaian sangat dimungkingkan terjadi gesekan. Begitu juga, agama tanpa politik tidak berjalan sama akan menimbulkan kegaduhan.
Dalam konteks sejarah, kata Anang, Islam dikaitkan dengan agama dan politik. Bahkan, Rasulullah SAW sebagai Rasul yang ke 25 menjadikan agama dan politik sebagai panglima membangun peradaban. Jadi, keduanya berjalan sama membangun negara dan masyarakat yang tunduk kepada aturan.
"Pendiri bangsa kita sendiri telah memiliki kesepakatan, bahwa politik dan agama berdiri sama dan berjalan sama. Para founding fathers kita berpegangan pada ajaran Imam Ghazali yang menyebutkan agama dan kekuasaan atau politik itu bagaikan dua orang yang merupakan saudara kembar," katanya.
Anang menegaskan, agama dan politik merupakan pondasi awal bagi kekuasaan dan kekuasaan adalah penjaga bagi agama. "Inilah yang memberi makna bahwa antara politik dan agama seperti anak kembar," katanya.**
"Agama dan politik itu seperti anak kembar. Keduanya, tak dapat kita pisahkan," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Medan, Selasa (28/3).
Statement Anang Anas Azhar ini, sekaligus menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa agama dan politik harus dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Anang yang juga Dosen Pascasarjana UINSU ini menegaskan, agama sering dimaknai damai, apakah damai di hati atau damai dalam konteks bermuamalat. Sedangkan politik, dimaknai negara atau kekuasaan. Kekuasaan dan kedamaian sangat dimungkingkan terjadi gesekan. Begitu juga, agama tanpa politik tidak berjalan sama akan menimbulkan kegaduhan.
Dalam konteks sejarah, kata Anang, Islam dikaitkan dengan agama dan politik. Bahkan, Rasulullah SAW sebagai Rasul yang ke 25 menjadikan agama dan politik sebagai panglima membangun peradaban. Jadi, keduanya berjalan sama membangun negara dan masyarakat yang tunduk kepada aturan.
"Pendiri bangsa kita sendiri telah memiliki kesepakatan, bahwa politik dan agama berdiri sama dan berjalan sama. Para founding fathers kita berpegangan pada ajaran Imam Ghazali yang menyebutkan agama dan kekuasaan atau politik itu bagaikan dua orang yang merupakan saudara kembar," katanya.
Anang menegaskan, agama dan politik merupakan pondasi awal bagi kekuasaan dan kekuasaan adalah penjaga bagi agama. "Inilah yang memberi makna bahwa antara politik dan agama seperti anak kembar," katanya.**
0 comments:
Post a Comment