Medan - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr Anang Anas Azhar MA menilai, fenomena kader partai politik loncat dari partai politik satu kepada partai politik lain merupakan fenomena yang lumrah.
"Dulu, kalau ada kader partai pindah dianggap "haram". Tapi sekarang bukan hal yang tabu lagi. Karena, kader loncat partai adalah hak pribadi dan bukan masuk konteks ideologi," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Medan, Rabu (8/3).
Pernyataan Anang tersebut terkait mundurnya Ketua DPD PAN Sergai yang juga Bupati Sergai Soekirman dari PAN. Soekirman dikabarkan loncat ke Partai Golkar dalam Musda Partai Golkar yang akan digelar dalam waktu dekat ini. Pindahnya Soekirman ke Golkar menjadi pukulan berat bagi PAN Sumut terutama menjelang pemilihan umum 2019 nanti.
Anang menyebutkan, pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah selalu menjadi momentum bagi partai politik dan politisi untuk “bersolek” merebut simpati pemilih. Namun ada fenomena baru, semakin maraknya politisi pindah parpol.
"Saya kira, ini merupakan hal yang wajar. Bisa saja kader partai mundur dari partai yang dianutnya, akibat konflik interes atau persoalan ketidaknyamanan dalam membesarkan partai," katanya.
Anang mencontohkan, sudah tidak terhitung lagi berapa banyak politisi parlemen dan juga politisi nonparlemen yang akhirnya berlabuh ke lain hati. Di antaranya, Enggartiasto Lukita mundur dari Partai Golkar dan masuk ke Partai Nasdem, Akbar Faisal dari Partai Hanura juga ke Nasdem, dan Misbahun (PKS) berlabuh ke Golkar.
"Dalam konteks Sumatera Utara saya kira ini pertama kali. Seorang bupati dan kader PAN mundur dari PAN. Fenomena ini memang mengejutkan, bahkan bisa jadi PAN kehilangan. Tapi, tak perlu disesali, dalam politik tetap dinamis, ada yang mundur dan ada yang masuk," katanya.
Anang juga memprediksi menjalang pemilihan umum 2019 mendatang, fenomena mundur dari partai akan terus terjadi. Persoalan pindah partai tak perlu dibesar-besarkan, tapi yang menjadi persoalan partai politik sekarang, seberapa kuat partai melakukan perkaderan kepada kadernya, agar tidak mudah loncat ke partai lain.
"Selama ini juga, PAN mengambil Soekirman dengan "paksa" dan menjadikannya ketua di Sergai atas kepentingan politik. Tapi, karena persoalan like or dislike, bisa jadi akar mundurnya Soekirman dari PAN," katanya.
Anang menegaskan, dalam kacamata politik PAN akan dirugikan karena kader terbaiknya mundur, apalagi jabatan yang disandang Soekirman saat ini sebagai kepala daerah dan memiliki kursi PAN di DPRD yang signifikan.
"Ini menjadi pukulan berat bagi PAN, khususnya dalam menambah perolehan suara partai pada pemilihan umum 2019 nanti," katanya. **
0 comments:
Post a Comment