Medan - Kader Pemuda Muhammadiyah di Kota Medan diminta ikut melibatkan diri di panggung politik, sekaligus berperan aktif dalam ranah civil society membangun format keragaman ruang publik.
"Sudah saatnya, kader kita (Pemuda Muhammadiyah--red) tidak buta terhadap politik. Peran strategis yang perlu kita ambil adalah Pemuda Muhammadiyah harus berpolitik tanpa parpol," kata Dosen Pascasarjana UIN-SU dan UMSU Dr Anang Anas Azhar MA ketika tampil sebagai pembicara pada acara Baitul Arqom Dasar (BAD) Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kota Medan, di Jalan Demak Medan, Sabtu malam (23/4).
Dalam acara BAD Pemuda Muhammadiyah Medan itu dihadiri Ketua PDPM Medan Eka Putra, dan 44 peserta berasal dari pengurus daerah dan pimpinan cabang Pemuda Muhammadiyah se Kota Medan.
Anang menjelaskan, kader Pemuda Muhammadiyah harus dapat memaknai pemuda. Secara filosofis, pemuda itu sama dengan gerakan tadjid dalam Muhamamdiyah. Pemuda itu harus dinamis dan mampu mengembangkan potensi diri.
Mantan Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumut ini menjelaskan, dalam mengembangkan potensi diri, kader Pemuda Muhammadiyah bukan berarti harus terlibat dalam politik pragmatis seperti yang diperankan sebagian pemuda bangsa ini aktif di partai politik. Tetapi, Pemuda Muhammadiyah harus mengambil peran diri sebagai civil society.
"Kader kita jangan mandul, tetapi harus peka terhadap politik. Saya tegaskan, kader yang faham politik, bukan berarti harus terlibat dalam partai politik," kata Anang Anas Azhar.
Dia menjelaskan, peran civil society juga disebut berpolitik, khususnya dalam bentuk kesatuan sosial dan dimanifestasikan dalam format beragam bidang seperti ekonomi, sosial, politik, budaya dan pendidikan.
Anang lebih lanjut mengatakan, berpolitik tan berparpol juga dapat diwujudkan di bidang advokasi dan pemberdayaan masyarakat.
"Saya kita, biarpun jalur ini non-politik dan dianggap jalur sepi dan tidak diminati, tetapi bukan berarti jalur ini tidak memiliki kekuatan. Ini juga penentu kebijakan publik," katanya.
Disebutkan, implementasi civil society salah satunya ditandai dengan munculnya organisasi secara sukarela, mandiri dan partisipatif dalam segala hal. Kekuatan civil society, disebut juga sebagai kekuatan penyimbang. "Inilah yang harus diperbuat Pemuda Muhammadiyah," katanya.
Berpolitik tanpa parpol juga, kata Anang, Pemuda Muhammadiyah harus mampu menjadi perisai masyarakat. "Dan yang terpenting dari itu adalah, kekuatan civil society yang saya maksud menjadi mitra kerja pemerintah yang strategis, untuk pengembangan diri kader Pemuda Muhammadiyah," katanya. **
"Sudah saatnya, kader kita (Pemuda Muhammadiyah--red) tidak buta terhadap politik. Peran strategis yang perlu kita ambil adalah Pemuda Muhammadiyah harus berpolitik tanpa parpol," kata Dosen Pascasarjana UIN-SU dan UMSU Dr Anang Anas Azhar MA ketika tampil sebagai pembicara pada acara Baitul Arqom Dasar (BAD) Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kota Medan, di Jalan Demak Medan, Sabtu malam (23/4).
Dalam acara BAD Pemuda Muhammadiyah Medan itu dihadiri Ketua PDPM Medan Eka Putra, dan 44 peserta berasal dari pengurus daerah dan pimpinan cabang Pemuda Muhammadiyah se Kota Medan.
Anang menjelaskan, kader Pemuda Muhammadiyah harus dapat memaknai pemuda. Secara filosofis, pemuda itu sama dengan gerakan tadjid dalam Muhamamdiyah. Pemuda itu harus dinamis dan mampu mengembangkan potensi diri.
Mantan Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumut ini menjelaskan, dalam mengembangkan potensi diri, kader Pemuda Muhammadiyah bukan berarti harus terlibat dalam politik pragmatis seperti yang diperankan sebagian pemuda bangsa ini aktif di partai politik. Tetapi, Pemuda Muhammadiyah harus mengambil peran diri sebagai civil society.
"Kader kita jangan mandul, tetapi harus peka terhadap politik. Saya tegaskan, kader yang faham politik, bukan berarti harus terlibat dalam partai politik," kata Anang Anas Azhar.
Dia menjelaskan, peran civil society juga disebut berpolitik, khususnya dalam bentuk kesatuan sosial dan dimanifestasikan dalam format beragam bidang seperti ekonomi, sosial, politik, budaya dan pendidikan.
Anang lebih lanjut mengatakan, berpolitik tan berparpol juga dapat diwujudkan di bidang advokasi dan pemberdayaan masyarakat.
"Saya kita, biarpun jalur ini non-politik dan dianggap jalur sepi dan tidak diminati, tetapi bukan berarti jalur ini tidak memiliki kekuatan. Ini juga penentu kebijakan publik," katanya.
Disebutkan, implementasi civil society salah satunya ditandai dengan munculnya organisasi secara sukarela, mandiri dan partisipatif dalam segala hal. Kekuatan civil society, disebut juga sebagai kekuatan penyimbang. "Inilah yang harus diperbuat Pemuda Muhammadiyah," katanya.
Berpolitik tanpa parpol juga, kata Anang, Pemuda Muhammadiyah harus mampu menjadi perisai masyarakat. "Dan yang terpenting dari itu adalah, kekuatan civil society yang saya maksud menjadi mitra kerja pemerintah yang strategis, untuk pengembangan diri kader Pemuda Muhammadiyah," katanya. **
0 comments:
Post a Comment