Oleh : Dr Anang Anas Azhar MA
Kontroversi kenaikan dana partai politik (parpol) bakal berakhir. Berakhir karena pemerintah melalui Menteri Keuangan RI, telah menyetujui usul Mendagri Tjahjo Kumolo untuk menambah dana parpol menjadi Rp 1.000/suara sah, dari sebelumnya Rp108/suara sah. Kenaikan dana parpol tersebut, rencanya dimulai pada APBN Tahun 2018 mendatang.
Regulasi kenaikan dana parpol itu, tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor 277/MK.02/2017 pada 29 Maret 2017. Menguatkan kenaikan dana parpol itu juga, diikuti Revisi PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada parpol. Seluruh parpol yang memiliki kursi di DPR RI, diuntungkan oleh pencairan bantuan parpol yang dihitung dari setiap suara sah. Tak satupun parpol yang kritis, ketika kenaikan dana parpol akan bergulir apalagi menjelang Pemilu 2019. Bisa dipastikan, setiap parpol membutuhkan dana yang tidak sedikit, karena dari jumlah anggaran yang diterima parpol selama ini sangat tidak mencukupi untuk pembinanaan pendidikan politik yang dilakukan parpol.
Di Indonesia, usulan kenaikan dana parpol sudah berulang kali dilakukan pemerintah. Tetapi, usulan kenaikan dana parpol tersebut tetap saja mendapat reaksi keras dari elemen masyarakat, kenaikan dana parpol pun mengalami penundaan dengan beberapa alasan, misalnya kondisi APBN dinilai belum mampu membiayai parpol untuk pendidikan politik. Suasana seperti inilah, dana parpol dicari melalui jalur ilegal. Karena cenderung melalui jalur ilegal, maka kader parpol yang duduk di DPR "dipaksa" mencari dana untuk menghidupi operasional parpolnya. Parpol juga tak segan-segan melakukan pemotongan terhadap gaji anggota DPR-nya antara 25%-30%. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan internal. Kaderpun tidak dapat memprotes karena andai saja memprotes kebijakan yang dilakukan parpol, kader yang duduk di senayan akan diberhentikan. Pendapatan yang diterima anggota DPR itu pun terkadang terpotong lagi oleh banyaknya permohonan bantuan dana yang datang dari konsituen. Dilema inilah yang memaksa anggota DPR sebagai perwakilan partai untuk mencari dana parpol. Bahkan, tidak sedikit kader-kader parpol yang duduk di DPR harus berhadapan dengan KPK, karena di belakang layar anggota DPR ini harus "bermain" proyek untuk mencari tambahan operasional parpol.
Komparasi Negara Lain
Setiap negara pasti memiliki sistem yang berbeda dalam hal peraturan mengenai keuangan partai politik. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Ceko, Portugal, Filipina, Thailand dan Afrika Selatan memiliki pengaturan dana parpol yang berbeda-beda.
Hampir seluruh negara memiliki peraturan berapa jumlah maksimum sumbangan yang bisa diterima oleh parpol. Negara-negara tersebut menerapkan pembatasan untuk kriteria yang berbeda-beda. Negara-negara tersebut pun sepakat bantuan dana untuk parpol bertujuan mencegah korupsi. Bantuan dana parpol dimaksudkan untuk menciptakan keadilan antar partai, yaitu antara partai yang berkuasa versus partai oposisi, antara partai yang kaya versus partai yang miskin, antara partai besar dengan partai kecil. Singkatnya, dana parpol yang dibantu pemerintah dijadikan modal untuk melakukan pendidikan politik bagi rakyat.
Mengutip data Administrations and Cost of Elections Project (ACE Project), ternyata sebagian negara seperti Brazil, India, Israel dan Meksiko, membatasi sumbangan dari donatur-donatur tertentu. Negara Italia misalnya, justru membatasi sumbangan kepada individu yang mencalonkan diri, tetapi tidak sumbangan langsung kepada parpol.
Mengapa kebijakan pengaturan sumbangan bagi parpol itu dilakukan? Pertama, untuk mengatasi conflict of interests (konflik kepentingan). Konflik ini sangat mungkin terjadi, jika tidak dilakukan pembatasan sumbangan bagi parpol. Berbeda dengan Amerika Serikat. Di negara tersebut, asas demokrasi dan pelaksanaan hukum yang kuat (strong law enforcement), pengendalian terhadap pengaruh pebisnis diterapkan dengan menetapkan jumlah maksimum yang boleh diterima dari corporate donors (sumbangan dari perusahaan) lebih kecil jumlahnya daripada jumlah maksimum yang boleh diterima dari individu. Pengaturan ini dilakukan untuk mengatur sumbangan pihak ketiga. Dengan demikian akan mengurangi konflik kepentingan bagi para pendonor parpol di Amerika Serikat.
Kedua, parpol yang tidak memberikan laporan keuangan mengenai penggunaan dana kampanyenya setelah batas waktu tertentu, akan terkena diskualifikasi pada Pemilihan Umum berikutnya. Ini berlaku di negara bagian Amerika yakni New York. Bahkan di India, memberikan wewenang kepada parpol yang berkuasa untuk mengawasi penggunaan fasilitas negara seperti kendaraan dan pesawat terbang milik negara untuk keperluan kampanye.
Kendati tidak semua parpol dibiayai oleh negaranya, parpol juga dilarang pemerintahnya membuka usaha sendiri atau menanamkan modalnya pada perusahaan. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tersebut, hemat saya untuk mengatasi konflik kepentingan antara kepentingan umum yang seharusnya diperjuangkan oleh parpol dengan kepentingan perusahaan. Saya kira tidak terkecuali soal pengaturan dana parpol yang ada di Indonesia.
Bantuan dana parpol di Indonesia sudah bergulir sejak lama. Namun ternyata, kurang berjalan efektif. Tidak efektif karena, transparan penggunaan dana parpol tidak terbuka. Parpol yang memiliki kursi di DPR hanya melaporkan keuangannya kepada lembaga tertentu yang sudah ditunjuk pemerintah. Hemat saya, transparansi penggunaan dana parpol ini tidak saja dikroscek lembaga yang ditunjuk pemerintah, tetapi lebih jauh dari itu transparansi dana parpol harus dilihat sampai kepada jenis kegiatan pendidikan politiknya. Jika tidak, saya justru mengkhawatirkan penggunaan dana parpol bukan dilakukan untuk pendidikan politik semata, tetapi bisa jadi diselewengkan untuk pribadi kader parpol. Akhirnya, dana parpol (untuk) parpol saja, bukan untuk pendidikan politik yang mencerdaskan rakyat kita.
Kenaikan bantuan dana parpol, kendati diprotes sejumlah elemen, namun akhirnya diterima parpol. Tak satupun elit parpol yang menolak kenaikan dana parpol tersebut. PDIP, Partai Golkar, Gerindra, PKS, PAN, Hanura, NasDem, PKB dan PPP, menyambut baik kenaikan dana parpol itu dengan berbagai pertimbangan.
PDIP misalnya, siap menggunakan dana parpol itu untuk kepentingan pendidikan politik masyarakat. Karena sejak awal, PDIP memang mengusulkan bagaimana fungsi-fungsi partai di dalam menyiapkan kaderisasi secara sistemik, menjalankan fungsi komunikasi politk, rekrutmen anggota, dan juga memperjuangkan kepentingan rakyat sebagai negara demokrasi, yang memerlukan campur tangan negara.
Kita semua berharap kenaikan dana parpol ini menjadi ajang berkompetisi parpol kita di negeri ini, untuk menjaga kadernya agar jauh dari perilaku korupsi. Sekaligus memperbaiki citra parpol yang sudah dikenal sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Memerangi korupsi seharusnya dilakukan dari internal parpol dahulu, untuk membangun sistem keuangan yang profesional.
Dana parpol tak ubahnya bagaikan lingkaran yang tak berujung. Karena, tanpa dana, kegiatan parpol tidak akan berjalan dan sistem demokrasi pun akan terganggu. Karenanya, mau tidak mau parpol harus dilindungi pemerintah, termasuk suntikan tambahan dana untuk pembiayaan parpolnya masing-masing guna melepaskan diri dari pemasukan dana ilegal. **
** Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Dosen Pascasarjana UINSU dan UMSU **
Kontroversi kenaikan dana partai politik (parpol) bakal berakhir. Berakhir karena pemerintah melalui Menteri Keuangan RI, telah menyetujui usul Mendagri Tjahjo Kumolo untuk menambah dana parpol menjadi Rp 1.000/suara sah, dari sebelumnya Rp108/suara sah. Kenaikan dana parpol tersebut, rencanya dimulai pada APBN Tahun 2018 mendatang.
Regulasi kenaikan dana parpol itu, tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor 277/MK.02/2017 pada 29 Maret 2017. Menguatkan kenaikan dana parpol itu juga, diikuti Revisi PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada parpol. Seluruh parpol yang memiliki kursi di DPR RI, diuntungkan oleh pencairan bantuan parpol yang dihitung dari setiap suara sah. Tak satupun parpol yang kritis, ketika kenaikan dana parpol akan bergulir apalagi menjelang Pemilu 2019. Bisa dipastikan, setiap parpol membutuhkan dana yang tidak sedikit, karena dari jumlah anggaran yang diterima parpol selama ini sangat tidak mencukupi untuk pembinanaan pendidikan politik yang dilakukan parpol.
Di Indonesia, usulan kenaikan dana parpol sudah berulang kali dilakukan pemerintah. Tetapi, usulan kenaikan dana parpol tersebut tetap saja mendapat reaksi keras dari elemen masyarakat, kenaikan dana parpol pun mengalami penundaan dengan beberapa alasan, misalnya kondisi APBN dinilai belum mampu membiayai parpol untuk pendidikan politik. Suasana seperti inilah, dana parpol dicari melalui jalur ilegal. Karena cenderung melalui jalur ilegal, maka kader parpol yang duduk di DPR "dipaksa" mencari dana untuk menghidupi operasional parpolnya. Parpol juga tak segan-segan melakukan pemotongan terhadap gaji anggota DPR-nya antara 25%-30%. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan internal. Kaderpun tidak dapat memprotes karena andai saja memprotes kebijakan yang dilakukan parpol, kader yang duduk di senayan akan diberhentikan. Pendapatan yang diterima anggota DPR itu pun terkadang terpotong lagi oleh banyaknya permohonan bantuan dana yang datang dari konsituen. Dilema inilah yang memaksa anggota DPR sebagai perwakilan partai untuk mencari dana parpol. Bahkan, tidak sedikit kader-kader parpol yang duduk di DPR harus berhadapan dengan KPK, karena di belakang layar anggota DPR ini harus "bermain" proyek untuk mencari tambahan operasional parpol.
Komparasi Negara Lain
Setiap negara pasti memiliki sistem yang berbeda dalam hal peraturan mengenai keuangan partai politik. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Ceko, Portugal, Filipina, Thailand dan Afrika Selatan memiliki pengaturan dana parpol yang berbeda-beda.
Hampir seluruh negara memiliki peraturan berapa jumlah maksimum sumbangan yang bisa diterima oleh parpol. Negara-negara tersebut menerapkan pembatasan untuk kriteria yang berbeda-beda. Negara-negara tersebut pun sepakat bantuan dana untuk parpol bertujuan mencegah korupsi. Bantuan dana parpol dimaksudkan untuk menciptakan keadilan antar partai, yaitu antara partai yang berkuasa versus partai oposisi, antara partai yang kaya versus partai yang miskin, antara partai besar dengan partai kecil. Singkatnya, dana parpol yang dibantu pemerintah dijadikan modal untuk melakukan pendidikan politik bagi rakyat.
Mengutip data Administrations and Cost of Elections Project (ACE Project), ternyata sebagian negara seperti Brazil, India, Israel dan Meksiko, membatasi sumbangan dari donatur-donatur tertentu. Negara Italia misalnya, justru membatasi sumbangan kepada individu yang mencalonkan diri, tetapi tidak sumbangan langsung kepada parpol.
Mengapa kebijakan pengaturan sumbangan bagi parpol itu dilakukan? Pertama, untuk mengatasi conflict of interests (konflik kepentingan). Konflik ini sangat mungkin terjadi, jika tidak dilakukan pembatasan sumbangan bagi parpol. Berbeda dengan Amerika Serikat. Di negara tersebut, asas demokrasi dan pelaksanaan hukum yang kuat (strong law enforcement), pengendalian terhadap pengaruh pebisnis diterapkan dengan menetapkan jumlah maksimum yang boleh diterima dari corporate donors (sumbangan dari perusahaan) lebih kecil jumlahnya daripada jumlah maksimum yang boleh diterima dari individu. Pengaturan ini dilakukan untuk mengatur sumbangan pihak ketiga. Dengan demikian akan mengurangi konflik kepentingan bagi para pendonor parpol di Amerika Serikat.
Kedua, parpol yang tidak memberikan laporan keuangan mengenai penggunaan dana kampanyenya setelah batas waktu tertentu, akan terkena diskualifikasi pada Pemilihan Umum berikutnya. Ini berlaku di negara bagian Amerika yakni New York. Bahkan di India, memberikan wewenang kepada parpol yang berkuasa untuk mengawasi penggunaan fasilitas negara seperti kendaraan dan pesawat terbang milik negara untuk keperluan kampanye.
Kendati tidak semua parpol dibiayai oleh negaranya, parpol juga dilarang pemerintahnya membuka usaha sendiri atau menanamkan modalnya pada perusahaan. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tersebut, hemat saya untuk mengatasi konflik kepentingan antara kepentingan umum yang seharusnya diperjuangkan oleh parpol dengan kepentingan perusahaan. Saya kira tidak terkecuali soal pengaturan dana parpol yang ada di Indonesia.
Bantuan dana parpol di Indonesia sudah bergulir sejak lama. Namun ternyata, kurang berjalan efektif. Tidak efektif karena, transparan penggunaan dana parpol tidak terbuka. Parpol yang memiliki kursi di DPR hanya melaporkan keuangannya kepada lembaga tertentu yang sudah ditunjuk pemerintah. Hemat saya, transparansi penggunaan dana parpol ini tidak saja dikroscek lembaga yang ditunjuk pemerintah, tetapi lebih jauh dari itu transparansi dana parpol harus dilihat sampai kepada jenis kegiatan pendidikan politiknya. Jika tidak, saya justru mengkhawatirkan penggunaan dana parpol bukan dilakukan untuk pendidikan politik semata, tetapi bisa jadi diselewengkan untuk pribadi kader parpol. Akhirnya, dana parpol (untuk) parpol saja, bukan untuk pendidikan politik yang mencerdaskan rakyat kita.
Kenaikan bantuan dana parpol, kendati diprotes sejumlah elemen, namun akhirnya diterima parpol. Tak satupun elit parpol yang menolak kenaikan dana parpol tersebut. PDIP, Partai Golkar, Gerindra, PKS, PAN, Hanura, NasDem, PKB dan PPP, menyambut baik kenaikan dana parpol itu dengan berbagai pertimbangan.
PDIP misalnya, siap menggunakan dana parpol itu untuk kepentingan pendidikan politik masyarakat. Karena sejak awal, PDIP memang mengusulkan bagaimana fungsi-fungsi partai di dalam menyiapkan kaderisasi secara sistemik, menjalankan fungsi komunikasi politk, rekrutmen anggota, dan juga memperjuangkan kepentingan rakyat sebagai negara demokrasi, yang memerlukan campur tangan negara.
Kita semua berharap kenaikan dana parpol ini menjadi ajang berkompetisi parpol kita di negeri ini, untuk menjaga kadernya agar jauh dari perilaku korupsi. Sekaligus memperbaiki citra parpol yang sudah dikenal sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Memerangi korupsi seharusnya dilakukan dari internal parpol dahulu, untuk membangun sistem keuangan yang profesional.
Dana parpol tak ubahnya bagaikan lingkaran yang tak berujung. Karena, tanpa dana, kegiatan parpol tidak akan berjalan dan sistem demokrasi pun akan terganggu. Karenanya, mau tidak mau parpol harus dilindungi pemerintah, termasuk suntikan tambahan dana untuk pembiayaan parpolnya masing-masing guna melepaskan diri dari pemasukan dana ilegal. **
** Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Dosen Pascasarjana UINSU dan UMSU **
0 comments:
Post a Comment