By : Dr Anang Anas Azhar, MA
JUJUR perlu untuk kita luruskan, bukan ingin menggurui sahabatku di Facebook. Ada dua kata yang sering dilontarkan para politisi kita, pejabat bahkan rakyat kita, terkait sebutan netral dan independen. Dua kata ini seakan menghipnotis rakyat kita yang maknanya sama antara netral dan independen. Padahal, kedua kata ini maknanya tidak sama.
NETRAL itu maknanya tidak memihak sama sekali. Tidak memihak ke sana dan tidak juga ke sini. Tidak ke kiri atau tidak ke kanan. Bos Jawa Pos Group Dahlan Iskan menyebutnya, netral itu diibaratkan seseorang yang naik mobil. Kemudian, gigi mobil pada posisi netral. Lantas ketika mobil digas tancap mobil tidak akan maju. Begitulah makna netral yang saya maksudkan dalam mengurai kata netral.
Netral dalam ranah politik dapat membahayakan. Mengapa? Karena posisi netral ini diartikan tidak peduli terhadap lingkungan politik sekitarnya. Yang lebih ektrim lagi, netral dapat memunculkan sikap apatis. Sobat FB yang berbahagia, sudah tahukan makna netral. Saya menyampaikan ini karena di tengah-tengah masyarakat kita, banyak yang keliru memaknai netral. Bahkan, makna netral justru terfokus kepada media.
Misalnya, media A tidak netral, atau televisi A tidak netral. Perlu untuk kita diluruskan, bahwa media itu tidak pada ranah sebutan netral. Sebutan netral itu hanya ada pada aparat. Misalnya, polisi atau tentara. Karena polisi dan tentara benar-benar netral. Bahkan, sampai pemilu pun dua lembaga ini tidak memilih. Nah, itulah yang saya maksudkan netral.
Kemudian INDEPENDEN. Makna independen itu adalah bebas. Bisa juga dimaknai merdeka. Tidak tergantung kepada siapapun, bahkan kalau di media tidak tergantung kepada pemodal atau ownernya. Independen itu, bebas memihak atau tidak memihak. Misalnya, televisi A karena dia independen, maka dia bebas untuk memberitakan si A, atau tidak memberitakan di B. Atau si A dan B dua duanya diberitakan oleh media tersebut. Nah, itulah saya maksudkan independen.
Yang ingin saya katakan, sebutan independen itu hanya ada di media bukan kepada aparat. Lantas, mengapa rakyat kita sering keliru memaknai kedua kata ini? Saya kira, dengan membaca tulisan saya ini, mereka sudah faham dan ke depan tidak terjadi lagi pemahaman keliru atas dua kata itu. Kasus yang baru saja terjadi di depan mata kita, banyak alumni/reuni 212 menyebut televisi A atau media B tidak netral. Padahal, pemahaman seperti itu semestinya tidak terjadi jika memahami makna dua kata tersebut.
Kongkrit menurut saya, netral itu polisi, tentara, KPU, bawaslu, Mereka harus netral, karena jika tidak netral kekacauan negara dalam pemilu umum bakal terjadi. Dan pasti mengarah kepada disintegrasi bangsa.
Independen, kongkritnya menurut saya, berada pada zona bebas tanpa intevensi oleh siapapun. Termasuk dalam pilkada atau pilpres, media harus independen dan silakan media, wartawan untuk berpihak atau tidak berpihak sama sekali. Karena itulah makna independen sesungguhnya. Saya perlu meluruskan ini agar rakyat kita tercerahkan dari segi makna dan kata antara netral dan independen. Netral sesungguhnya tidak pedulu, sedangkan independen cenderung dinamis meski dalam perjalannya mendapatkan pro-kontra.
Tetapi khusus media, jika independen berjalan secara aktif, maka pengontrolnya harus ada. Di situlah media mendapatkan lembaga pengawasnya yakni Dewas Pers, yang disebut dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).. KEJ sangat berguna untuk memantau perjalanan independensi seluruh media. Terutama dalam momentum spesial, seperti tahun politik atau agenda besar lainnya. **
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment