By : Anang Anas Azhar
Judul ini sedikit nyentrik. Nyentrik, karena benar-benar terinspirasi setelah saya menonton salah satu televisi swasta. Capres nomor urut 01 dan capres nomor urut 02 tak pernah saya bayangkan, jika kedua capres ini bermodalkan cekak menuju istana.
Tim kampanye pasangan capres/cawapres nomor urut 01 dan 02, terlacak hanya menyerahkan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) ke KPU. Sungguh mengejutkan kita pula, sumbangan dana kampanye per 1 Januari 2019, pasangan Jokowi-Ma'ruf Rp 55,9 miliar, dan pasangan Prabowo-Sandiaga Rp 56,05 miliar. Pertanyaannya, ke mana partai politik pengusung dua pasangan calon ini? Apakah partai politik hanya sekedar meneken dukungan dan mengantarkan pasangan calon ke KPU? Adakah sumbangan dana masuk ke pasangan calon yang diberikan partai politik?
Atas pertanyaan ini, saya sempat berpikir, apakah pantas pasangan calon memberikan dana kampanye kepada partai politik? Bahkan, andai saja dana kampanye tidak lancar, justru sebaliknya akan berdampak pada sosialisasi pasangan calon. Kita cukup membuktikan, partai politik sebagai pengusung calon presiden, ada yang memakai dana partai politik dan diambil dari internal partai. Kemudian, ada juga sumbangan pihak ketiga, seperti relawan dan pengusaha yang justru memiliki embel-embel jika dan kalau menang akan diberikan A atau B.
Yang ingin saya katakan dalam judul ini, kedua capres ini memang modal cekak menuju istana. Tapi, modal sosial keduanya sangat mumpuni. Bayangkan saja, capres 01 tingkat popularitasnya di atas 70 persen karena capresnya incumbent. Jadi, tingkat menanti elektabilitasnya saja. Sedangkan capres 02 popularitasnya juga di atas 70 persen. Mengapa demikian? Prabowo memang berasal dari keluarga TNI, satu kali pernah cawapres dan satu kali lagi tahun 2014 lalu sebagai capres. Melalui modal sosial ini, capres Prabowo memang layak diperhitungkan.
Meski memiliki modal sosial, karena memiliki popularitas yang tinggi, tetapi bukan serta-merta kedua capres ini tidak butuh modal kapiltas. Dalam kampanye, ada istilah "Semakin tinggi tingkat popularitas capres, maka semakin tinggi modal kapital yang dibutuhkan". Melihat geliat perjalanan kedua paslon capres ini keliling Indonesia, angat tidak pantas, jika dua capres ini bermodalkan cekak rata-rata Rp 50-an miliar saja. Dua atau tiga kali keliling Indonesia, dana Rp 50-an miliar tersebut sudah "lenyap" untuk dana operasional tim, belum lagi pemasangan tanda gambar dan kampanye ke pelosok daerah.
Wahai capres 01 dan 02, saya ingin bertanya kepada Anda, dari manakah dana kampanye Anda itu? Jujur dalam administrasi, sudah Anda tunjukkan ke KPU dalam bentuk laporan. Tapi, rakyat kita ingin tahu juga kejujuran yang terselubung dari itu. Dari manakah kekurangan dana kampanye Anda. Saya tidak ingin berspekulasi untuk dana kampanye itu, tapi mulailah jujur untuk rakyat kita dari sekarang. **
0 comments:
Post a Comment