Medan ( ) - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan Dr Anang Anas Azhar MA menilai, gelombang protes yang disampaikan kader Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah terhadap dua pos menteri Kabinet Indonesia Maju patut diapresiasi Presiden Joko Widodo.
"NU-Muhammadiyah saya kira wajar saja memprotes dua pos menteri yang hilang dari ormas itu. Selama ini, tradisi bagi-bagi kursinya, ya Menteri Agama dan Mendikbud seakan miliknya NU-Muhammadiyah. Tapi, kenapa presiden memberikannya kepada yang lain. Mungkin Jokowi ingin perubahan mendasar dari dua pos menteri itu," kata Anang Anas Azhar kepada Waspada di Medan, Selasa (29/10) di kampus UINSU Medan.
Anang menegaskan, setidaknya ada dua alasan mengapa Jokowi tidak memberi dua pos itu kepada NU-Muhamamdiyah. Pertama, Jokowi tidak ingin Kementerian Agama dipegang tunggal oleh NU. Sebab, dengan cara inilah mata rantai kekuasaan partai politik terputus dengan memberikan figur Menteri Agama kepada mantan TNI. Kedua, Jokowi ingin pejabat di Kementerian Agama tidak tersandung korupsi yang dipegang dinasti tertentu.
"Sangat lama, kekuasaan parta politik dan ormas mengintervensi internal kementerian agama. Jika Menteri Agama dipilih dari NU dan partai politik, maka sangat dimungkinan tradisi memperkuat kekuasaan semakin menjadi-jadi. Sangat wajar jika Jokowi mengambil Menteri Agama dari TNI. Meski daya tolak ormas kuat, tetapi kepentingan komunikasi yang dibangun Jokowi pasti lebih luas," katanya.
Begitu juga dengan pos Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Biasanya, kata Anang, pos Mendikbud diberikan kepada kader Muhammadiyah. Lantas mengapa di Kabinet Indonesia Maju lepas? Anang menyebutkan, jika pos menteri ini diberikan kepada kader Muhammadiyah, dikhawatirkan pembangunan pendidikan Indonesia jalan di tempat. Pembangunan pendidikan
hanya bersifat parsial tanpa menyentuh kepentingan yang lebih global.
"Presiden memilih Nadiem Makarim, karena ingin perubahan. Apalagi dunia teknologi sedang mengancam kita. Figur yang pas ada figur Nadiem, meski kader Muhammadiyah banyak yang melancarkan kritik," kata Anang.
Dia menyebutkan, protes yang dilancarkan NU- Muhammadiyah terhadap dua pos menteri tersebut wajar. Visi Jokowi untuk lima tahun ke depan, kata dia, ingin membuat terobosan pada kinerja Kemenag dan Kemendikbud yang dianggap jalan di tempat. Bahkan, tak dapat ditepis bahwa oknum pejabat di Kemenag acapkali tersandung kasus korupsi yang berujung ke KPK.
"Tetapi, perlu untuk dicatat protes NU-Muhammadiyah ini harus dijadikan kritik demokrasi, karena memilih menteri hak prerogatif presiden, Jokowi pasti punya alasan dan pertimbangan tersendiri untuk memilih menterinya," katanya.
Anang mengajak semua pihak untuk bersikap menunggu, sampai melihat dan memantai kinerja dua pos menteri ini. Jika Mendikbud Nadiem Makarim dan Menag Fachrul Roji kinerja kurang memuaskan, maka presiden harus mengganti dua menteri tersebut."Ya, kita tunggulah satu tahun mereka (menteri--red) ini bekerja. Jika tak memuaskan, presiden harus menggantinya," kata Anang yang juga pengajar pascasarjana UINSU Medan itu.**
0 comments:
Post a Comment